Laporan Praktikum
Dasar Teknologi Ternak
"Pembuatan Bakso"
Oleh :
KELOMPOK V
Sitti
Isyqzamiyah Assambo (L1 A1 12 029)
Serlina
Sirupang (L1 A1 12 057)
Harniati
(L1 A1 12 040)
Wd.
Rosmiati (L1 A1 12 017)
Farida Asana
(L1 A1 12 081)
Kelas : A
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Daging merupakan bahan
makanan yang sangat penting karena merupakan sumber protein hewani yang
berkualitas tinggi dan mengandung asam amino esensial. Proses pengolahan dapat
dikembangkan untuk meningkatkan penerimaan masyarakat. Salah satu bentuk olahan
yang dapat dikembangkan dan mudah diterima oleh masyarakat adalah bakso. Bakso
merupakan produk olahan daging yang sudah dikenal luas dan disukai oleh
masyarakat Indonesia sebagaia makanan yang dianggap murah dan disukai oleh semua
lapisan masyarakat baik anak-anak, remaja maupun orang tua.
Ditinjau diri aspek gizi,
bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan
vitamin yang tinggi. Dengan mengolah daging tersebut menjadi bakso konsumen mau
menerimanya karena penampakan dan rasanya yang telah mengalami modifikasi yaitu
lebih menarik dengan citarasa yang lebih disukai.
Salah satu karakteristik
bakso yang baik adalah memiliki sifat kenyal sehingga diperlukan adanya
penarnbahan tepung dan es batu. Penambahan es batu atau air es pada saat
pembuatan bakso dapat membantu memperbaiki stabilitas emulsi yang terbentuk. Es
batu yang ditambahkan pada saat pembuatan bakso dapat menurunkan suhu adonan
akibat panas yang ditimbulkan oleh afut penggiling.
B.
Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan dan pengolahan produk olahan
daging dalam bentuk bakso.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Daging
Daging ialah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada tulangyang menjadi bahan makanan. Daging tersusun
sebagian besar dari jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan. Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi
makanan (Wikipedia, 2013).
Daging
adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan daging kaya
zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi
serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk
pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru,
jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini
(Soeparno, 2005).
Daging
merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dapat diolah dengan
caradimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk
lain yang menarik, antara lain daging korned, sosis, dendeng dan abon (Soeparno,
2005).
Banyak
hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika pemeliharaan ataupun
ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan daging selama
proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat yang
dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya akan
menentukan kualitas daging yang dihasilkan (Sayuti, 2006).
Daging
menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali
urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat
pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging didefinisikan
sebagai daging mentah atau flesh dari
hewan yang digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bagan pangan yang
mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang
sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.
Menurut
Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah
daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll). Penggunaan daging gandik
menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak
terendah (Indarmono, 1987).
Daging adalah daging hewan
yang digunakan sebagai makanan. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan
hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai
untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi
daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor
yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat
konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan (Anonim,
2010).
Daging tersusun dari
jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak.
Jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot, jaringan ikat berhubungan dengan
kealotan daging. Otot skeletal merupakan sumber utama jaringan otot daging.
Otot skeletal mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80%, protein
sekitar 19%, substansi-substansi non protein yang larut 3.5 % serta lemak
sekitar 2.5 % (Anonim, 2010).
B.
Bakso
Bakso adalah produk daging
yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di kalangan masyarakat. Menurut
Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Astiti (2008), bakso daging adalah
produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran
daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan
atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan.
Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis
dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam
adonan (Astiti, 2008).
Bakso
adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging. ada beberapa bumbu
yanga biasa dimasukkan kedalam adonan bakso agar rasa bakso lebih enak
diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk menambah kelezatan bakso biasanya
pembuat bakso juga menambahkan zat kimia untuk mengawetkan dan memperindah
bakso. Menurut Tarwiyal (2001) bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa
penambahan bahan kimia apapun. Tapi pada kenyataanya banyak pembuat bakso yang
menambahkan zat kimia pada baksonya. Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang
baso sering menggunakanbahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih,
bahan pengawet, boraks,fosfat (STPP), dan tawas.
Pengolahan
bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung pati dan cara
pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan bakso
adalah garam, es atau air es dan bumbu-bumbu. Tujuan penggilingan daging
adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan
ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi yang terbentuk akan
lebih stabil (Purnomo, 1990).
Tekstur
bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat.
Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat
disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso
kacang, kentang yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta
jamur pada bakso jambi. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso
dengan tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan
menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie, 2002).
Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama
bakso adala daging, sedangkan bahan tambahan baks adalah bahan pengisi, garam,
es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap (Sunarlim, 1992).
Bakso merupakan salah
satu produk olahan daging yang banyak dikonsumsi dan sangat popular di kalangan
masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya
simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging/
ikan/ tahu/ bahan lain yang telah dihaliskan, dicampur dengan bumbu dan tepung
kemudian dibentuk bulat – bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan
selera (Wibowo, 1999).
III.
METEDOLOGI
PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari pada hari Sabtu 14 September 2013
pukul 08.45 sampai selesai.
B.
Alat
dan Bahan
Alat
dan kegunaannya yang di gunakan dalam praktikum Pembuatan Bakso dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pembuatan
Bakso.
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Pisau
|
Untuk memotong bahan
–bahan.
|
2.
|
Grinder/meat chopper
|
Untuk menggiling
daging.
|
3.
|
Sendok
|
Untuk menyendok
adonan.
|
4.
|
Timbangan
|
Untuk meninmbang
bahan-bahan.
|
5.
|
Panci
|
Untuk memasak bakso.
|
6.
|
Baskom
|
Untuk menyimpan
adonan bakso.
|
7.
|
Kompor
|
Untuk Memanaskan
|
Bahan
dan kegunaan yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Bakso dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum
Pembuatan Bakso.
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Daging segar
|
Bahan pembuatan
bakso.
|
2.
|
Tepung tapioka
|
Campuran pembuatan
bakso
|
3.
|
Garam
|
Bahan tambahan
pembuatan bakso.
|
4.
|
Gula
|
Bahan tambahan
pembuatan bakso.
|
5.
|
Merica
|
Bahan tambahan
pembuatan bakso.
|
6.
|
Pala
|
Bahan tambahan
pembuatan bakso.
|
7.
|
MSG
|
Bahan tambahan
pembuatan bakso.
|
8.
|
Es batu
|
Bahan tambahan
pembuatan bakso.
|
C.
Prosedur
Praktikum
1.
Membersihkan daging dari lemak yang menempel,
cuci bersih, tiriskan dan timbang.
2.
Mengiris daging dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3
kemudian menggiling.
3.
Menambahkan tepung tapioka 30 – 40 % gula,
merica dan pala masing – masing 0,1 – 0,2 % serta es batu 20% terhadap berat
daging yang digiling. Tambahkan MSG secukupnya.
4.
Melakukan penggilingan lagi untuk memperoleh
emulsi/adonan yang baik (partikel halus
dan homogen).
5.
Mencetak emulsi/adonan membentuk bulat dengan
diameter sekitar 3 cm.
6.
Merebus dalam air bersuhu 70 - 800 C
selama sekitar 15 menit, jika bakso sudah mengapung dipermukaan air rebusan
berarti sudah matang.
IV.
PEMBAHASAN
Sensorik
|
Skala Intensitas Sensorik
|
Warna
|
3
|
Keempukan
|
3
|
Tekstur
|
3
|
Rasa
|
2
|
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, pada uji intensitas sensorik terhadap warna menunjukkan warna yang bagus.
Karena warna yang dihasilkan berupa warna kecoklatan. Hal ini terjadi
dikarenakan penggunaan jenis daging yang baik dan jenis tepung yang digunakan,
sesuai pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kecerahan warna pada daging, ditentukan oleh bagian jenis
daging dan tebal-tipisnya lapisan oksimioglobin pada
permukaan daging.
Pada
uji intensitas sensorik terhadap uji keempukan menunjukkan keempukan bakso yang
bagus. Hal ini dikarenakan tingkat keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh waktu pemasakan, hal
ini sesuai pendapat Syamsir (2011) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau
menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Sedangkan menurut (Soekarto, 1990),
kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan. Kekenyalan/keempukan
terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan
molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif
pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali
pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno, 1988).
Rais (2011)
juga menyatakan bahwa kemampuan mengikat pada tepung
yang baik akan menghasikan kekenyalan pada adonan setelah pemasakan.
Pada
uji intensitas sensorik terhadap uji tekstur bakso menunjukkan tekstur yang
baik. Hal ini dikarenakan penambahan tepung tapioka yang mengandung karbohidrat
dan protein, tepung tapioka digunakan sebagai bahan pengental dan pengikat
adonan, sehingga akan terbentuk tekstur bakso yang baik. Untuk membuat bakso yang lezat dan
bermutu tinggi jumlah tepung yang dicampurkan sebaiknya tidak lebih dari 15 %
berat dagingnya. Hal
ini sesuai pendapat Fiqhi (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu makanan dapat
dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta
protein.
Tekstur halus
yang ada pada bakso juga dipengaruhi karena penambahan air dan es yang sesuai
takaran. Hal ini sesuai pendapat Farhan (2008) yang menyatakan bahwa tekstur
dan keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh kandungan airnya. Penambahan
air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu atau air es supaya suhu
adonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam adonan, air berfungsi untuk
melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata keseluruh bagian masa daging,
memudahkan ekstraksi protein dan membantu pembentukan emulsi lemak.
Pada
uji intensitas sensorik terhadap uji rasa menunjukkan rasa yang kurang baik.
Hal ini dipengaruhi karena kurangnya pemberian garam pada adonan bakso. Tingkat keasinan pada bakso
dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan pada adonan. Hal ini sesuai
pendapat Rohman (2010) yang menyatakan bahwa garam berfungsi sebagai pemberi
cita rasa, sebagai pengawet dan memberikan kesan kenyal dalam pengolahan daging
bakso. Pemakaian garam dalam pembuatan bakso berkisar antara 3 – 5 persen dari
berat daging.
(Cross
dan Overby, 1988) menyatakan bahwa bumbu merupakan salah satu faktor yang
mendukung keberhasilan pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau
memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan daging. Penambahan bumbu ini
berfungsi untuk meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso.
Pada
proses pembuatan bakso yang paling penting adalah proses pencampuran bahan.
Untuk pencampuran bahan ini ditambahkan es. Penggunaan es sebanyak 10 – 15%
dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Palupi, 1986). Es yang ditambahkan
berfungsi untuk menjaga suhu food processor agar tidak naik. Suhu alat ini
perlu dijaga agar proses emulsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Faktor
yang sangat penting pada pembuatan emulsi daging adalah suhu. Suhu menentukan
efektivitas ekstraksi yang bersifat larut dalam larutan garam serta menentukan
stabilitas emulsi yang dihasilkan. Penambahan es batu pada proses pegiilingan
daging dapat membantu dalam menstabilkan suhu. Peningkatan suhu selama proses pelumatan daging akan
mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan. Selain
itu, penambahan es atau air juga penting untuk menjaga kelembaban produk
akhir agar tidak kering, meningkatkan sari minyak (juiceness) dan
keempukan daging (Forrest et
al., 1975). Jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan akan mempengaruhi
kadar air, daya mengikat air, kekenyalan dan kekompakan bakso (Indarmono,
1987). Oleh sebab itu, penggunaan es atau air es harus dibatasi.
Salah satu tujuan penambahan
air dan es pada produk emulsi daging adalah menurunkan panas produk yang
dihasilkan akibat gesekan selama penggilingan, melarutkan dan mendistribusikan
garam ke seluruh bagian massa daging secara merata, mempermudah ekstraksi
proterin otot, membantu proses pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu
adonan agar tetap rendah. Jika panas ini berlebih maka emulsi akan pecah,
karena panas yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.
Akibatnya produk tidak akan bersatu selama pemasakan (Aberle et al., 2001).
V.
ANALISIS
PENGELUARAN DAN PEMASUKAN
A.
Analisis
Pengeluaran
No.
|
Nama
Bahan
|
Harga
Persatuan
|
Jumlah
yang dibeli
|
Jumlah
|
1.
|
Daging Sapi
|
Rp 20.000,-
|
¼ kg
|
Rp 20.000,-
|
2.
|
Tepung Tapioka
|
Rp 5.000,-
|
1 bungkus
|
Rp 5.000,-
|
3.
|
Garam
|
Rp 1000
|
1 bungkus
|
Rp 1000
|
4.
|
Penggilingan daging
|
Rp 5000,-
|
-
|
Rp 5.000,-
|
5.
|
Minyak Tanah
|
Rp 5.500,-
|
1 liter
|
Rp 5.500,-
|
6.
|
Bensin
|
Rp 6.500,-
|
1 liter
|
Rp 6.500,-
|
|
Jumlah
|
|
|
Rp 43.000,-
|
B.
Analisi
Pemasukan
No.
|
Nama Produk
|
Harga Persatuan
|
Jumlah Hasil Produk
|
Jumlah
|
1.
|
Bakso
|
Rp 1000,-
|
25 biji
|
Rp 25.000,-
|
|
Jumlah
|
|
|
Rp 25.000,-
|
VI.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Bakso adalah salah satu makanan olahan yang
berasal dari daging. ada beberapa bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam adonan
bakso agar rasa bakso lebih enak diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk
menambah kelezatan bakso biasanya pembuat bakso juga menambahkan zat kimia
untuk mengawetkan dan memperindah bakso.
2.
Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari 4
tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan.
B.
Saran
Sebaiknya
dalam melaksanakan praktikum alat praktik diadakan agar praktikan dapat
memahami lebih jelas tentang proses pembuatan bakso.
DAFTAR
PUSTAKA
Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M.
D. Judge dan R. A. Merkel. 2001. Principle of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa.
Anonim. 2010. Konsumsi Daging Masyarakat. Jurusan
Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.
Astiti. 2008. Pembuatan Daging Bakso. (Online). (http:// Fatimah_Astiti. blogspot.com.
Diakses pada hari Kamis 19 September 2013).
Buckle, K. A., R.
A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan: H.
Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cross, H. R. and A. J. Overby. 1988. Meat Science
and Technology In Old Animal Science. Elsevier Publishing Company Inc., New
York.
Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818,
Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Elveira, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi
terhadap mutu bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Farhan.
2008. Bakso Daging. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.
Forrest,
J. G., E. D. Alberle., H. B. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. W. H. Freeman, San Fansisco.
Fiqhi, F. 2009. Sosis. (Online). (http://fastasqi.wordpress.com/sosis/.
Diakses pada hari Kamis 19 September 2013.)
Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan
jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan
fisikokimia bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Komariah, I. I. Arief, & Y.
Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang Ditambah Jahe
(Zingiber officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama Penyimpanan yang
Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54
Octavianie, Y. 2002. Kandungan Gizi
dan Palatabilitas bakso Campuran Daging dan Jantung Sapi. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso
daging, bakso urat dan bakso aci di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rais, H. 2011. Makanan
Olahan Daging. (Online). ( http:// harfinad24090112. wordpress.com/.
Diakses pada hari Kamis 19 September 2013).
Rohman, M. 2010. Bakso. (Online). (http://seputarpanganindustri.
blogspot.com/ 2010/05/ bakso-oleh-muhammad- rohman-sekitar.html.
Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar
Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press, Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi
Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sunarlin, R. 1992. Karakteristik mutu
bakso daging sapid an pengaruh penambahan natrium klorida asam laktat dan
natrium tipolofosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi Program Pasca Sarjana.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syamsir,
E. 2011. Mutu Daging. (Online). (http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/
karakteristik-mutu-daging/. Diakses
pada hari kamis 19 September 2013).
Tarwiyal, Kemal. 2001. Teknologi Tepat
Guna Agroindustri Kecil. (Online). (http://www.ristek.go.id.
Diakses Pada Hari Minggu 15 September 2013).
Wikipedia, 2013. Daging Sapi.
(Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Daging_
sapi Diakses Pada Hari Minggu 15 September 2013).
Wikipedia, 2013. Daging. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Daging
Diakses Pada Hari Minggu 15 September 2013.
Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso
Ikan dan Bakso Daging . PenebarSwadaya. Jakarta.
1 komentar:
thanks.. :)
Posting Komentar