I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengawetan
kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah
terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit. Prinsip
pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroorganisme perusak kulit. Hal tersebut dilakukan
dengan menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas
tertentu sehingga mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (5-10%).
Kulit
sebagai salah satu hasil ikutan ternak yang mengandung komponen nutrisi yang
sangat tinggi terutama protein, sehingga kulit dalam hal ini merupakan dapat
menjadi media tumbuh yang sangat baik terhadap perkembangan mikroorganisme.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa produk kulit mentah merupakan
produk hasil sampingan pemotongan ternak yang tentunya harus memerlukan
penanganan khusus setelah lepas dari tubuh ternak.
Sejalan
dengan waktu apabila kulit ternak tidak secepatnya mendapat penanganan yang
tepat, maka dikhawatirkan kulit tersebut akan cepat mengalami kerusakan. Dalam
prosesnya, mikroorganisme yang telah mencemari kulit kemungkinan besar akan
berkembang biak dan akan aktif menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mencerna
komponen-komponen penyusun kulit yang salah satu diantaranya adalah protein
kulit. Kerusakan komponen protein kulit selama proses penyimpanan, bukan hanya
dapat disebabkan oleh pengaruh enzim ekstraseluler dari mikroorganisme, namun
juga dapat disebabkan oleh enzim intraseluler yang berasal dari kulit itu
sendiri.
B.
Tujuan
Tujuan
dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1.
Mengertahui cara
pengolahan kerupuk kulit.
2.
Mengetahui
kandungan yang terdapat pada kulit.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit sapi
ialah bagian paling luar daging sapi.
Kulit sapi biasanya dikeringkan dan digoreng menjadi rambak. Kulit merupakan organ tunggal tubuh paling berat,
pada sapi sekitar 6-8%, dan domba 8-12%, dengan demikian kulit juga merupakan
hasil ikutan ternak yang paling tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari
nilai keseluruhan by-product yang dihasilkan oleh seekor ternak (Wikipedia,
2013).
Kulit adalah hasil
samping dari pemotongan
ternak, merupakan lapisan terluar dari
tubuh hewan, diperoleh setelah hewan
tersebut mati dan dikuliti. Kulit dari
ternak besar dan kecil baik itu sapi, kerbau, dan domba serta kambing
memiliki struktur jaringan yang
kuat dan berisi,
sehingga dalam penggunaannya
dapat dipakai untuk
keperluan pangan dan
non pangan (Sudarminto, 2000).
Kulit segar hasil pemotongan ternak dapat langsung disamak atau diproses lebih lanjut,
tetapi tidak semua
kulit menjadi bahan baku industry
penyamakan maka kulit yang tidak dapat
digunakan dalam penyamakan bias langsung
diproses dalam bentuk produk
pangan seperti dibuat kerupuk rambak. Kulit merupakan
salah satu alternatif bahan
pangan yang masih memiliki kandungan
gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi antara kulit dengan daging bisa
dikatakan relatif sama.
Kulit mengandung protein,
kalori, kalsium, fosfor,
lemak, besi, vitamin A dan
vitamin B1. Zat-zat gizi tersebut jumlahnya bervariasi, tetapi
kandungan protein, kalori dan
fosfornya cukup tinggi (Sutejo,
2000). Kulit mentah mengandung kadar air sebesar 64%, protein 33%.
Lemak 2%, mineral 0,5%
dan senyawa lain
seperti pigmen 0,05% (Sharphouse,
1971).
Pada
kulit sapi kandungan yng paling dominan adalah gelatin. Gelatin
merupakan protein alami yang diekstrak dari tulang dan kulit berbagai jenis
binatang
seperti sapi. Molekul-molekul gelatin
tersusun dari ribuan rantai asam amino. Rantai-rantai protein tersebut
dihubungkan secara cross-links (interaksi-silang),
karenanya terdapat lubang (rongga) diantara rantai yang dapat menahan air (Lab. of Conjugated…,2001).
Gelatin bersifat tidak berwarna, transparan, mampu
menyerap air 5-10 kali bobotnya, membentuk gel pada suhu 35-40°C dan larut
dalam air panas, membengkak (swelling) dalam air dingin, dapat berubah
secara reversible dari sol ke gel (Imeson, 1992).
Pemanfaatan kulit ternak seperti sapi sendiri banyak
dilakukan untuk kepentingan manusia sesuai dengan perkembangan zaman. Dari
keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak seperti sapi , maka kulit
merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit
sapi, kambing atau kerbau berkisar 7-10 % dari berat tubuh hewan tersebut.
Secara ekonomis pun kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak
(Djojowidagdo, 1999).
Dari keseluruhan produk sampingan
hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai
ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan
kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit
memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak (Gazali, 2011).
III.
METEDOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu Dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari pada hari Sabtu 05 Oktober 2013 pukul
08.45 WITA sampai selesai.
B.
Alat Dan Bahan
Alat dan kegunaannya
yang digunakan saat praktikum Pengawetan Kulit dapat dilihat pada tabel 1.
Table
1. Alat
dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum Pengawetan Kulit.
No.
|
Nama Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Pisau
|
Untuk
mengiris bahan – bahan.
|
2.
|
Gunting/Kompor
|
Untuk
alat memanaskan.
|
3.
|
Wajan
|
Untuk
memanaskan kulit.
|
4.
|
Talenan
|
Untuk
meletakkan kulit.
|
5.
|
Alat
penjemur
|
Untuk
mengeringkan kulit.
|
6.
|
Dandang
|
Untuk
memanaskan kulit.
|
Bahan dan kegunaannya
yang digunakan pada praktikum Pengawetan Kulit dapat dilihat pada table 2.
Tabel
2. Bahan
dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum Pengawetan Kulit.
No.
|
Nama Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Kulit
Sapi/Kerbau
|
Sebagai
bahan pengamatan.
|
2.
|
Bumbu
(bawang putih, bawang merah, dan ketumbar).
|
Sebagai
bahan penambah.
|
3.
|
Garam
dapur
|
Sebagai
bahan penambah.
|
4.
|
Minyak
goreng
|
Sebagai
bahan penambah.
|
C.
Prosedur Kerja
1.
Kulit dikerjakan
dari RPH atau jagal mencuci untuk menghilangkan darah dan kotoran lainnya yang
melekat.
2.
Merebus dalam
dandang besar sampai setengah matang kemudian mengangkat dan membuang bulunya
dengan cara dikerok dengan pisau tajam.
3.
Menumbuk bumbu
halus dan melarutkan ke dalam air panas. Melarutkan bumbu ini dan selanjutnya
digunakan untuk merebus kulit sampai matang.
4.
Kulit diangkat,
meniriskan dan meniris kecil-kecil dengan ukuran 3 x 5 cm, kemudian menjemur
sampai kering di bawah sinar matahari. Menggunakan tampang atau seng penjemur.
5.
Setelah kering,
melakukan proses penggorengan sebanyak 3 tahap agar kerupuk matang dengan
sempurna. Pada penggorengan pertama, memasukkan kulit ke dalam minyak dingin
secara perlahan-lahan dipanaskan sampai suhu sekitar 800C sambil
diaduk-aduk. Kemudian mendinginkan dan kulit tetap dibiarkan terendam,
dilanjutkan dengan penggorengan kedua yang prosesnya sama dengan yang pertama.
Pada penggorenga ketiga kulit digoreng pada suhu 1000C sampai timbul
bintik-bintik putih pada permukaan kulit.
6.
Kerupuk kulit
yang sudah matang ditiriskan sebentar dan siap dihidangkan dan dikemas untuk
dipasarkan. Kerupuk kulit biasa disebut krecek atau bahasa jawa disebut rambak.
IV.
PEMBAHASAN
Salah
satu faktor yang sangat menentukan kualitas kulit samak adalah factor pengawetan
kulit pada saat terlepas dari tubuh ternak. Supaya kulit mentah dapat disimpan
lama, maka kulit mentah tersebut harus terlebih dahulu diawetkan untuk mencegah
(menghindari) kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri perusak. Pengawetan
kulit pada dasarnya bukan termasuk penyamakan, namun faktor ini sangat memegang
peranan penting sebab dapat mempengaruhi kualitas kulit samak yang dihasilkan.
Apabila cara pengawetan tidak sesuai dengan prosedur, maka tentu sangat sulit
untuk mendapatkan hasil kulit samak yang berkualitas. Dalam hal ini pengawetan
yang tidak benar akan menimbulkan bau yang busuk pada kulit serta permukaan
yang tidak merata. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme
seperti jamur, bakteri, lalat dan jenis serangga lain pada kulit, sehingga
tentunya membutuhkan perhatian khusus.
Untuk
mencegah hidup dan berkembangbiaknya bakteri perusak, ada beberapa cara yang
dapat ditempuh antara lain dengan mengurangi kadar air secara teratur
sedemikian rupa, sehingga kadar air dalam kulit mentah kurang dari batas
minimum kadar air yang diperlukan untuk hidup dan tumbuhnya bakteri perusak.
Teknik pengeluaran atau pengurangan kadar air dapat dilakukan dengan cara
dipanasi dengan sinar matahari atau oven ataupun dapat juga dilakukan dengan
menggunakan larutan garam pekat (NaCl) serta kombinasi dari beberapa teknik
tersebut.
Peranan
garam bukanlah sebagai pembunuh bakteri, melainkan hanya berfungsi untuk
mengurangi kadar air yang terkandung dalam kulit mentah. Sifat garam yang
higroskopis akan menarik air keluar dari sel-sel penyusun kulit dengan cara
menempati ruangan-ruangan yang sebelumnya ditempati oleh air, sehingga untuk menghasilkan
kulit awetan yang baik, seharusnya kita mencampur bahan-bahan pembunuh
mikroorganisme dengan garam yang akan kita pakai dalam proses pengawetan.
Bahan-bahan pembunuh mikroorganisme yang dipakai tidak boleh bereaksi dengan
kulit yang akan kita awetkan.
V.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1.
Pengolaha
kerupuk kulit berawal dari pembersihan, perebusan, pengeringan, dan
penggorengan.
2.
Pada kulit sapi kandungan yng paling dominan adalah gelatin. Gelatin merupakan protein alami yang diekstrak dari tulang dan kulit
berbagai jenis binatang seperti sapi.
B.
Saran
Sebaiknya
dalam melaksanakan praktikum lebih tertib agar semua mahasiswa dapat memahami
dengan baik cara pengolahan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Djojowidagdo, S. 1999. Histologi
Sebagai Ilmu Dasar dan Perannya dalam Pengembangan IPTEK Pengolahan Kulit.
Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gazali,
I. 2011. Teknologi Pengawetan dan
Pengolahan. (Online). (http://irmangasali.blogspot.com/2011/03/teknologi-pengawetan-danpengo
lahan.html. Diakses pada hari Jumat 13 desember 2013).
Imeson, A. 1992. Thickening & Gelling Agent for Food. Di
dalam T. Haryati. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe A
Berbahan Baku Kulit Sapi Pada Produk Susu Pembersih. Skripsi-FMIPA. IPB. Bogor.
Laboratory of Conjugated Organic
Materials & Superconductors, Staff. 2001. Eksperimental and Technological Aspects of Modern
Optics-Manual. Dept. of Physics. ITB. Bandung.
Sharphouse, J.B.
1971. Leather Technician s Handbook.
Product Association. London.
Sutejo, A. 2000. Rambak Cakar Ayam.
PT. Trubus Agrisana. Surabaya.
Sudarminto, 2000.
Pengaruh Lama Perebusan Pada
Pembuatan Rambal Sapi. Jurnal Makanan Tradisonal.
Wikipedia,
2013. Kulit Sapi. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Kulit_sapi Diakses
pada hari Jumat 13 desember 2013).