Sabtu, 27 September 2014

Laporan Praktikum Pembuatan Kerupuk Kulit

Diposting oleh Unknown di 19.14 0 komentar

I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan kulit. Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme perusak kulit. Hal tersebut dilakukan dengan menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin dengan batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (5-10%).
Kulit sebagai salah satu hasil ikutan ternak yang mengandung komponen nutrisi yang sangat tinggi terutama protein, sehingga kulit dalam hal ini merupakan dapat menjadi media tumbuh yang sangat baik terhadap perkembangan mikroorganisme. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa produk kulit mentah merupakan produk hasil sampingan pemotongan ternak yang tentunya harus memerlukan penanganan khusus setelah lepas dari tubuh ternak.
Sejalan dengan waktu apabila kulit ternak tidak secepatnya mendapat penanganan yang tepat, maka dikhawatirkan kulit tersebut akan cepat mengalami kerusakan. Dalam prosesnya, mikroorganisme yang telah mencemari kulit kemungkinan besar akan berkembang biak dan akan aktif menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mencerna komponen-komponen penyusun kulit yang salah satu diantaranya adalah protein kulit. Kerusakan komponen protein kulit selama proses penyimpanan, bukan hanya dapat disebabkan oleh pengaruh enzim ekstraseluler dari mikroorganisme, namun juga dapat disebabkan oleh enzim intraseluler yang berasal dari kulit itu sendiri.

B.     Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah :
1.      Mengertahui cara pengolahan kerupuk kulit.
2.      Mengetahui kandungan yang terdapat pada kulit.


II.          TINJAUAN PUSTAKA
Kulit sapi ialah bagian paling luar daging sapi. Kulit sapi biasanya dikeringkan dan digoreng menjadi rambak. Kulit merupakan organ tunggal tubuh paling berat, pada sapi sekitar 6-8%, dan domba 8-12%, dengan demikian kulit juga merupakan hasil ikutan ternak yang paling tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan by-product yang dihasilkan oleh seekor ternak (Wikipedia, 2013).
Kulit  adalah  hasil  samping  dari  pemotongan  ternak,  merupakan lapisan  terluar dari  tubuh hewan, diperoleh  setelah  hewan  tersebut mati dan dikuliti. Kulit dari  ternak besar dan kecil baik itu sapi, kerbau, dan domba serta kambing memiliki struktur  jaringan  yang  kuat  dan  berisi,  sehingga dalam penggunaannya  dapat  dipakai  untuk  keperluan  pangan  dan  non  pangan (Sudarminto, 2000).
Kulit segar hasil pemotongan ternak dapat  langsung disamak atau diproses  lebih lanjut,  tetapi  tidak  semua  kulit  menjadi bahan baku industry penyamakan maka kulit yang  tidak  dapat  digunakan  dalam penyamakan  bias langsung  diproses  dalam bentuk  produk  pangan  seperti  dibuat kerupuk rambak. Kulit  merupakan  salah  satu alternatif  bahan  pangan  yang  masih memiliki  kandungan  gizi  yang  cukup tinggi. Kandungan gizi  antara kulit dengan daging  bisa  dikatakan  relatif  sama.  Kulit  mengandung  protein,  kalori, kalsium, fosfor,  lemak,  besi, vitamin A  dan  vitamin B1. Zat-zat  gizi  tersebut jumlahnya bervariasi,  tetapi  kandungan protein, kalori dan  fosfornya  cukup tinggi  (Sutejo,  2000). Kulit mentah mengandung kadar air sebesar 64%,  protein 33%.  Lemak  2%,  mineral 0,5%  dan  senyawa  lain  seperti  pigmen 0,05% (Sharphouse, 1971).
Pada kulit sapi kandungan yng paling dominan adalah gelatin. Gelatin merupakan protein alami yang diekstrak dari tulang dan kulit berbagai jenis binatang seperti sapi. Molekul-molekul gelatin tersusun dari ribuan rantai asam amino. Rantai-rantai protein tersebut dihubungkan secara cross-links (interaksi-silang), karenanya terdapat lubang (rongga) diantara rantai yang dapat menahan air (Lab. of Conjugated…,2001).
Gelatin bersifat tidak berwarna, transparan, mampu menyerap air 5-10 kali bobotnya, membentuk gel pada suhu 35-40°C dan larut dalam air panas, membengkak (swelling) dalam air dingin, dapat berubah secara reversible dari sol ke gel (Imeson, 1992).
Pemanfaatan kulit ternak seperti sapi sendiri banyak dilakukan untuk kepentingan manusia sesuai dengan perkembangan zaman. Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak seperti sapi , maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit sapi, kambing atau kerbau berkisar 7-10 % dari berat tubuh hewan tersebut. Secara ekonomis pun kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak (Djojowidagdo, 1999).
Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak, maka  kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi.  Berat kulit pada sapi, kambing  dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh.  Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak (Gazali, 2011).




III.             METEDOLOGI PRAKTIKUM
A.    Waktu Dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari pada hari Sabtu 05 Oktober 2013 pukul 08.45 WITA sampai selesai.

B.     Alat Dan Bahan
Alat dan kegunaannya yang digunakan saat praktikum Pengawetan Kulit dapat dilihat pada tabel 1.
Table 1. Alat dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum Pengawetan Kulit.
No.
Nama Alat
Kegunaan
1.       
Pisau
Untuk mengiris bahan – bahan.
2.       
Gunting/Kompor
Untuk alat memanaskan.
3.       
Wajan
Untuk memanaskan kulit.
4.       
Talenan
Untuk meletakkan kulit.
5.       
Alat penjemur
Untuk mengeringkan kulit.
6.       
Dandang
Untuk memanaskan kulit.

Bahan dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum Pengawetan Kulit dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum Pengawetan Kulit.
No.
Nama Bahan
Kegunaan
1.       
Kulit Sapi/Kerbau
Sebagai bahan pengamatan.
2.       
Bumbu (bawang putih, bawang merah, dan ketumbar).
Sebagai bahan penambah.
3.       
Garam dapur
Sebagai bahan penambah.
4.       
Minyak goreng
Sebagai bahan penambah.

C.    Prosedur Kerja
1.      Kulit dikerjakan dari RPH atau jagal mencuci untuk menghilangkan darah dan kotoran lainnya yang melekat.
2.      Merebus dalam dandang besar sampai setengah matang kemudian mengangkat dan membuang bulunya dengan cara dikerok dengan pisau tajam.
3.      Menumbuk bumbu halus dan melarutkan ke dalam air panas. Melarutkan bumbu ini dan selanjutnya digunakan untuk merebus kulit sampai matang.
4.      Kulit diangkat, meniriskan dan meniris kecil-kecil dengan ukuran 3 x 5 cm, kemudian menjemur sampai kering di bawah sinar matahari. Menggunakan tampang atau seng penjemur.
5.      Setelah kering, melakukan proses penggorengan sebanyak 3 tahap agar kerupuk matang dengan sempurna. Pada penggorengan pertama, memasukkan kulit ke dalam minyak dingin secara perlahan-lahan dipanaskan sampai suhu sekitar 800C sambil diaduk-aduk. Kemudian mendinginkan dan kulit tetap dibiarkan terendam, dilanjutkan dengan penggorengan kedua yang prosesnya sama dengan yang pertama. Pada penggorenga ketiga kulit digoreng pada suhu 1000C sampai timbul bintik-bintik putih pada permukaan kulit.
6.      Kerupuk kulit yang sudah matang ditiriskan sebentar dan siap dihidangkan dan dikemas untuk dipasarkan. Kerupuk kulit biasa disebut krecek atau bahasa jawa disebut rambak.


IV.       PEMBAHASAN











 
Salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas kulit samak adalah factor pengawetan kulit pada saat terlepas dari tubuh ternak. Supaya kulit mentah dapat disimpan lama, maka kulit mentah tersebut harus terlebih dahulu diawetkan untuk mencegah (menghindari) kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri perusak. Pengawetan kulit pada dasarnya bukan termasuk penyamakan, namun faktor ini sangat memegang peranan penting sebab dapat mempengaruhi kualitas kulit samak yang dihasilkan. Apabila cara pengawetan tidak sesuai dengan prosedur, maka tentu sangat sulit untuk mendapatkan hasil kulit samak yang berkualitas. Dalam hal ini pengawetan yang tidak benar akan menimbulkan bau yang busuk pada kulit serta permukaan yang tidak merata. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur, bakteri, lalat dan jenis serangga lain pada kulit, sehingga tentunya membutuhkan perhatian khusus.
Untuk mencegah hidup dan berkembangbiaknya bakteri perusak, ada beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain dengan mengurangi kadar air secara teratur sedemikian rupa, sehingga kadar air dalam kulit mentah kurang dari batas minimum kadar air yang diperlukan untuk hidup dan tumbuhnya bakteri perusak. Teknik pengeluaran atau pengurangan kadar air dapat dilakukan dengan cara dipanasi dengan sinar matahari atau oven ataupun dapat juga dilakukan dengan menggunakan larutan garam pekat (NaCl) serta kombinasi dari beberapa teknik tersebut.
Peranan garam bukanlah sebagai pembunuh bakteri, melainkan hanya berfungsi untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam kulit mentah. Sifat garam yang higroskopis akan menarik air keluar dari sel-sel penyusun kulit dengan cara menempati ruangan-ruangan yang sebelumnya ditempati oleh air, sehingga untuk menghasilkan kulit awetan yang baik, seharusnya kita mencampur bahan-bahan pembunuh mikroorganisme dengan garam yang akan kita pakai dalam proses pengawetan. Bahan-bahan pembunuh mikroorganisme yang dipakai tidak boleh bereaksi dengan kulit yang akan kita awetkan.


V.    PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa :
1.      Pengolaha kerupuk kulit berawal dari pembersihan, perebusan, pengeringan, dan penggorengan.
2.      Pada kulit sapi kandungan yng paling dominan adalah gelatin. Gelatin merupakan protein alami yang diekstrak dari tulang dan kulit berbagai jenis binatang seperti sapi.

B.     Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum lebih tertib agar semua mahasiswa dapat memahami dengan baik cara pengolahan kulit.

DAFTAR PUSTAKA
Djojowidagdo, S. 1999. Histologi Sebagai Ilmu Dasar dan Perannya dalam Pengembangan IPTEK Pengolahan Kulit. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gazali, I. 2011. Teknologi Pengawetan dan Pengolahan. (Online). (http://irmangasali.blogspot.com/2011/03/teknologi-pengawetan-danpengo lahan.html. Diakses pada hari Jumat 13 desember 2013).

Imeson, A. 1992. Thickening & Gelling Agent for Food. Di dalam T. Haryati. 2002. Aplikasi Gelatin Tipe A Berbahan Baku Kulit Sapi Pada Produk Susu Pembersih. Skripsi-FMIPA. IPB. Bogor.

Laboratory of Conjugated Organic Materials & Superconductors, Staff. 2001. Eksperimental and Technological Aspects of Modern Optics-Manual. Dept. of Physics. ITB. Bandung.

Sharphouse,  J.B.  1971.  Leather Technician s  Handbook.  Product Association. London.

Sutejo, A. 2000. Rambak Cakar Ayam. PT. Trubus Agrisana. Surabaya.

Sudarminto,  2000.  Pengaruh  Lama Perebusan Pada Pembuatan Rambal Sapi. Jurnal Makanan Tradisonal.

Wikipedia, 2013. Kulit Sapi. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Kulit_sapi Diakses pada hari Jumat 13 desember 2013).
 

 

My World Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei