Jumat, 11 Oktober 2013

Laporan Praktikum Pembuatan Bakso

Diposting oleh Unknown di 15.57




Laporan Praktikum Dasar Teknologi Ternak
"Pembuatan Bakso"


Oleh :
KELOMPOK V
Sitti Isyqzamiyah Assambo (L1 A1 12 029)
Serlina Sirupang (L1 A1 12 057)
Harniati (L1 A1 12 040)
Wd. Rosmiati (L1 A1 12 017)
Farida Asana (L1 A1 12 081)

 Kelas : A


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2013 



I.            PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Daging merupakan bahan makanan yang sangat penting karena merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi dan mengandung asam amino esensial. Proses pengolahan dapat dikembangkan untuk meningkatkan penerimaan masyarakat. Salah satu bentuk olahan yang dapat dikembangkan dan mudah diterima oleh masyarakat adalah bakso. Bakso merupakan produk olahan daging yang sudah dikenal luas dan disukai oleh masyarakat Indonesia sebagaia makanan yang dianggap murah dan disukai oleh semua lapisan masyarakat baik anak-anak, remaja maupun orang tua.
Ditinjau diri aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Dengan mengolah daging tersebut menjadi bakso konsumen mau menerimanya karena penampakan dan rasanya yang telah mengalami modifikasi yaitu lebih menarik dengan citarasa yang lebih disukai.
Salah satu karakteristik bakso yang baik adalah memiliki sifat kenyal sehingga diperlukan adanya penarnbahan tepung dan es batu. Penambahan es batu atau air es pada saat pembuatan bakso dapat membantu memperbaiki stabilitas emulsi yang terbentuk. Es batu yang ditambahkan pada saat pembuatan bakso dapat menurunkan suhu adonan akibat panas yang ditimbulkan oleh afut penggiling.

B.       Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan dan pengolahan produk olahan daging dalam bentuk bakso.




II.         TINJAUAN PUSTAKA
A.      Daging
Daging ialah bagian lunak pada hewan yang terbungkus kulit dan melekat pada tulangyang menjadi bahan makanan. Daging tersusun sebagian besar dari jaringan otot, ditambah dengan lemak yang melekat padanya, urat, serta tulang rawan. Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan (Wikipedia, 2013).
Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya (komariah, 2004). Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini (Soeparno, 2005).
Daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dapat diolah dengan caradimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang menarik, antara lain daging korned, sosis, dendeng dan abon (Soeparno, 2005).
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik ketika pemeliharaan ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan daging selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat yang dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya akan menentukan kualitas daging yang dihasilkan (Sayuti, 2006).
Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.
Menurut Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll). Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah (Indarmono, 1987).
Daging adalah daging hewan yang digunakan sebagai makanan. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan (Anonim, 2010).
Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan saraf, pembuluh darah dan lemak. Jumlah jaringan ikat berbeda diantara otot, jaringan ikat berhubungan dengan kealotan daging. Otot skeletal merupakan sumber utama jaringan otot daging. Otot skeletal mengandung sekitar 75 % air dengan kisaran 68-80%, protein sekitar 19%, substansi-substansi non protein yang larut 3.5 % serta lemak sekitar 2.5 % (Anonim, 2010).

B.       Bakso
Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di kalangan masyarakat. Menurut Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Astiti (2008), bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).
Bakso adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging. ada beberapa bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam adonan bakso agar rasa bakso lebih enak diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk menambah kelezatan bakso biasanya pembuat bakso juga menambahkan zat kimia untuk mengawetkan dan memperindah bakso. Menurut Tarwiyal (2001) bakso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa penambahan bahan kimia apapun. Tapi pada kenyataanya banyak pembuat bakso yang menambahkan zat kimia pada baksonya. Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang baso sering menggunakanbahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,fosfat (STPP), dan tawas.
Pengolahan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung pati dan cara pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan bakso adalah garam, es atau air es dan bumbu-­bumbu. Tujuan penggilingan daging adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi yang terbentuk akan lebih stabil (Purnomo, 1990).
Tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat. Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso kacang, kentang yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta jamur pada bakso jambi. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie, 2002). Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama bakso adala daging, sedangkan bahan tambahan baks adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap   (Sunarlim, 1992).
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak dikonsumsi dan sangat popular di kalangan masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah dihaliskan, dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat – bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera (Wibowo, 1999).


III.      METEDOLOGI PRAKTIKUM
A.      Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo Kendari pada hari Sabtu 14 September 2013 pukul 08.45 sampai selesai.

B.       Alat dan Bahan
Alat dan kegunaannya yang di gunakan dalam praktikum Pembuatan Bakso dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan yang digunakan pada praktikum pembuatan Bakso.
No.
Alat
Kegunaan
1.       
Pisau
Untuk memotong bahan –bahan.
2.       
Grinder/meat chopper
Untuk menggiling daging.
3.       
Sendok
Untuk menyendok adonan.
4.       
Timbangan
Untuk meninmbang bahan-bahan.
5.       
Panci
Untuk memasak bakso.
6.       
Baskom
Untuk menyimpan adonan bakso.
7.       
Kompor
Untuk Memanaskan

Bahan dan kegunaan yang digunakan dalam praktikum Pembuatan Bakso dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Bahan dan kegunaannya yang digunakan pada praktikum Pembuatan Bakso.
No.
Bahan
Kegunaan
1.       
Daging segar
Bahan pembuatan bakso.
2.       
Tepung tapioka
Campuran pembuatan bakso
3.       
Garam
Bahan tambahan pembuatan bakso.
4.       
Gula
Bahan tambahan pembuatan bakso.
5.       
Merica
Bahan tambahan pembuatan bakso.
6.       
Pala
Bahan tambahan pembuatan bakso.
7.       
MSG
Bahan tambahan pembuatan bakso.
8.       
Es batu
Bahan tambahan pembuatan bakso.



C.      Prosedur Praktikum
1.      Membersihkan daging dari lemak yang menempel, cuci bersih, tiriskan dan timbang.
2.      Mengiris daging dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3 kemudian menggiling.
3.      Menambahkan tepung tapioka 30 – 40 % gula, merica dan pala masing – masing 0,1 – 0,2 % serta es batu 20% terhadap berat daging yang digiling. Tambahkan MSG secukupnya.
4.      Melakukan penggilingan lagi untuk memperoleh emulsi/adonan yang baik (partikel halus  dan homogen).
5.      Mencetak emulsi/adonan membentuk bulat dengan diameter sekitar 3 cm.
6.      Merebus dalam air bersuhu 70 - 800 C selama sekitar 15 menit, jika bakso sudah mengapung dipermukaan air rebusan berarti sudah matang.


IV.      PEMBAHASAN
Sensorik
Skala Intensitas Sensorik
Warna
3
Keempukan
3
Tekstur
3
Rasa
2

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pada uji intensitas sensorik  terhadap warna menunjukkan warna yang bagus. Karena warna yang dihasilkan berupa warna kecoklatan. Hal ini terjadi dikarenakan penggunaan jenis daging yang baik dan jenis tepung yang digunakan, sesuai pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa tingkat kecerahan warna pada daging, ditentukan oleh bagian jenis daging dan tebal-tipisnya lapisan oksimioglobin pada permukaan daging.
Pada uji intensitas sensorik terhadap uji keempukan menunjukkan keempukan bakso yang bagus. Hal ini dikarenakan tingkat keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh waktu pemasakan, hal ini sesuai pendapat Syamsir (2011) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan.  Sedangkan menurut (Soekarto, 1990), kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan. Kekenyalan/keempukan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno, 1988). Rais (2011) juga  menyatakan bahwa kemampuan mengikat  pada tepung yang baik akan menghasikan kekenyalan pada adonan setelah pemasakan.
Pada uji intensitas sensorik terhadap uji tekstur bakso menunjukkan tekstur yang baik. Hal ini dikarenakan penambahan tepung tapioka yang mengandung karbohidrat dan protein, tepung tapioka digunakan sebagai bahan pengental dan pengikat adonan, sehingga akan terbentuk tekstur bakso yang baik. Untuk membuat bakso yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang dicampurkan sebaiknya tidak lebih dari 15 % berat dagingnya. Hal ini sesuai pendapat Fiqhi (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein.
Tekstur halus yang ada pada bakso juga dipengaruhi karena penambahan air dan es yang sesuai takaran. Hal ini sesuai pendapat Farhan (2008) yang menyatakan bahwa tekstur dan keempukan pada daging bakso dipengaruhi oleh kandungan airnya. Penambahan air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu atau air es supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam adonan, air berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dan membantu pembentukan emulsi lemak.
Pada uji intensitas sensorik terhadap uji rasa menunjukkan rasa yang kurang baik. Hal ini dipengaruhi karena kurangnya pemberian garam pada adonan bakso. Tingkat keasinan pada bakso dipengaruhi oleh banyaknya garam yang diberikan pada adonan. Hal ini sesuai pendapat Rohman (2010) yang menyatakan bahwa garam berfungsi sebagai pemberi cita rasa, sebagai pengawet dan memberikan kesan kenyal dalam pengolahan daging bakso. Pemakaian garam dalam pembuatan bakso berkisar antara 3 – 5 persen dari berat daging.
(Cross dan Overby, 1988) menyatakan bahwa bumbu merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau memodifikasi rasa serta daya simpan produk olahan daging. Penambahan bumbu ini berfungsi untuk meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso.
Pada proses pembuatan bakso yang paling penting adalah proses pencampuran bahan. Untuk pencampuran bahan ini ditambahkan es. Penggunaan es sebanyak 10 – 15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging (Palupi, 1986). Es yang ditambahkan berfungsi untuk menjaga suhu food processor agar tidak naik. Suhu alat ini perlu dijaga agar proses emulsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Faktor yang sangat penting pada pembuatan emulsi daging adalah suhu. Suhu menentukan efektivitas ekstraksi yang bersifat larut dalam larutan garam serta menentukan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Penambahan es batu pada proses pegiilingan daging dapat membantu dalam menstabilkan suhu. Peningkatan suhu selama proses pelumatan daging akan mencairkan es, sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan. Selain itu, penambahan es atau air  juga penting untuk menjaga kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan sari minyak (juiceness) dan keempukan daging (Forrest et al., 1975). Jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan akan mempengaruhi kadar air, daya mengikat air, kekenyalan dan kekompakan bakso (Indarmono, 1987). Oleh sebab itu, penggunaan es atau air es harus dibatasi.
Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi daging adalah menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan selama penggilingan, melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh bagian massa daging secara merata, mempermudah ekstraksi proterin otot, membantu proses pembentukan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika panas ini berlebih maka emulsi akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi protein. Akibatnya produk tidak akan bersatu selama pemasakan (Aberle et al., 2001). 


V.         ANALISIS PENGELUARAN DAN PEMASUKAN
A.      Analisis Pengeluaran
No.
Nama Bahan
Harga Persatuan
Jumlah yang dibeli
Jumlah
1.       
Daging Sapi
Rp 20.000,-
¼ kg
Rp 20.000,-
2.       
Tepung Tapioka
Rp 5.000,-
1 bungkus
Rp 5.000,-
3.       
Garam
Rp 1000
1 bungkus
Rp 1000
4.       
Penggilingan daging
Rp 5000,-
-
Rp 5.000,-
5.       
Minyak Tanah
Rp 5.500,-
1 liter
Rp 5.500,-
6.       
Bensin
Rp 6.500,-
1 liter
Rp 6.500,-

Jumlah


Rp 43.000,-

B.       Analisi Pemasukan
No.
Nama Produk
Harga Persatuan
Jumlah Hasil Produk
Jumlah
1.       
Bakso
Rp 1000,-
25 biji
Rp 25.000,-

Jumlah


Rp 25.000,-



VI.             PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Bakso adalah salah satu makanan olahan yang berasal dari daging. ada beberapa bumbu yanga biasa dimasukkan kedalam adonan bakso agar rasa bakso lebih enak diantaranya adalah bawang putih. Selain untuk menambah kelezatan bakso biasanya pembuat bakso juga menambahkan zat kimia untuk mengawetkan dan memperindah bakso.
2.      Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari 4 tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan.

B.       Saran
Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum alat praktik diadakan agar praktikan dapat memahami lebih jelas tentang proses pembuatan bakso.


DAFTAR PUSTAKA
Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2001. Principle of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa.

Anonim. 2010. Konsumsi Daging Masyarakat. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.

Astiti. 2008. Pembuatan Daging Bakso. (Online). (http:// Fatimah_Astiti. blogspot.com. Diakses pada  hari Kamis 19 September 2013).

Buckle, K. A., R.  A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Cross, H. R. and A. J. Overby. 1988. Meat Science and Technology In Old Animal Science. Elsevier Publishing Company Inc., New York.

Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818, Bakso Daging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Elveira, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Farhan. 2008. Bakso Daging. Jurusan Teknologi Pangandan Gizi IPB. Bogor.

Forrest, J. G., E. D. Alberle., H. B. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman, San Fansisco.

Fiqhi, F. 2009. Sosis. (Online). (http://fastasqi.wordpress.com/sosis/. Diakses pada hari Kamis 19 September 2013.)

Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Komariah, I. I. Arief, & Y. Wiguna. 2004. Kualitas Fisik dan Mikroba Daging Sapi yang Ditambah Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Konsentrasi dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Media Peternakan. 27(2): 46-54

Octavianie, Y. 2002. Kandungan Gizi dan Palatabilitas bakso Campuran Daging dan Jantung Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rais, H. 2011. Makanan Olahan Daging. (Online). ( http:// harfinad24090112. wordpress.com/. Diakses pada hari Kamis 19 September 2013).

Rohman, M. 2010. Bakso.  (Online). (http://seputarpanganindustri. blogspot.com/ 2010/05/ bakso-oleh-muhammad- rohman-sekitar.html. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press, Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sunarlin, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapid an pengaruh penambahan natrium klorida asam laktat dan natrium tipolofosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syamsir, E. 2011. Mutu Daging. (Online). (http://elvirasyamsir.staff.ipb.ac.id/ karakteristik-mutu-daging/. Diakses pada hari kamis 19 September 2013).

Tarwiyal, Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil. (Online). (http://www.ristek.go.id. Diakses Pada Hari Minggu 15 September 2013).

Wikipedia, 2013. Daging Sapi. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Daging_ sapi Diakses Pada Hari Minggu 15 September 2013).

Wikipedia, 2013. Daging. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Daging Diakses Pada Hari Minggu 15 September 2013.

Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging . PenebarSwadaya. Jakarta.


 

1 komentar:

Ebid Putra Motaha on 18 Mei 2015 pukul 18.50 mengatakan...

thanks.. :)

Posting Komentar

 

My World Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei