BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Akibat kemajuan ilmu
teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka semakin banyak jenis bahan makanan
yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih
praktis dibandingkan dengan bentuk segarnya. Berkembangnya produk pangan awet
tersebut hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat
perkotaan terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet.
Produksi dan suplai produk
jadi yang awet biasanya dilakukan secara sentral dalam pabrik pengolahan dan
pengawetan makanan. Dengan demikian waktu yang diperlukan untuk menyiapkan
sajian sampai siap untuk dapat disantap dapat dipersingkat, dengan hasil
makanan yang sama lezatnya seperti bila diolah sendiri dari bahan segar. Di
kalangan konsumen pangan masih sering terjadi kontroversi mengenai penggunaan
bahan tambahan makanan di industri pangan, khususnya mengenai resiko kesehatan,
terutama yang berasal dari bahan sintetik kimiawi. Sebab masalah keamanan
pangan bukan hanya merupakan isu dunia, tetapi juga telah menjadi masalah
setiap orang.
Kebanyakan makanan yang
dikemas mengandung bahan tambahan, yaitu suatu bahan yang dapat mengawetkan
makanan atau merubahnya dengan berbagai teknik dan cara. Bahan Tambahan Makanan
didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan
biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak
bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu
teknik pengolahan makanan (termasuk organoleptik) baik dalam proses pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan atau diharapkan menghasilkan
suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan
tersebut. Jadi kontaminan atau bahan-bahan lain yang ditambahkan ke dalam
makanan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu gizi bukan merupakan bahan
makanan tambahan.
B.
Tujuan dan Manfaat
Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan zat pengawet yang berupa boraks dan formalin pada
makanan sampel yang diuji atau diperiksa yaitu bakso dan somai.
Manfaat praktikum ini adalah
untuk memberikan informasi tentang ada tidaknya residu bahan pengawet yang
berbahaya pada bakso dan siomay di Kota Kendari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Formalin
Formalin adalah larutan formaldehid dalam
air dengan kadar 37% yang biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi
atau mengawetkan mayat. Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada
pengawetan tahu, mie basah, dan bakso (Djoko, 2006).
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan
kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer
berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk)
dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan
sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak
kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam
berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi
biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga
sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk
parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai
sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu,
formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang sangat
kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk
berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring,
pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen
sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan
tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi
konsumen yang memakannya. Beberapa
penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam
dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna.
Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan),
sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin
melalui hirupan (Yuliarti, 2007).
2.
Boraks
Boraks
merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O
serta asam borat yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam
industri nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk
antiseptik toilet (Didinkaem, 2007).
Boraks merupanakan racun bagi semua sel.
Pengaruh terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ
tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal
merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ lainnya.
Dosis fatal boraks antara 0,1 – 0,5 g/kg berat badan (Cahyo, 2006).
Boraks
ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki tekstur makanan sehingga
menghasilkan rupa yang bagus. Bakso mengandung boraks memiliki kekenyalan khas
yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Bakso yang
mengandung boraks sangat renyah dan disukai dan tahan lama (Anonim, 2009).
Boraks termasuk kelompok mineral borat
yang merupakan senyawa kimia alami yang tersusun dari atom boron (B) yang
merupakan logam berat dan oksigen (O). Boraks sudah lama digunakan oleh
masyarakat dan industri kecil dari pangan seperti gendar, kerupuk, mie dan
bakso. Boraks secara lokal dikenal sebagai air bleng, atau cetitet, garam bleng
atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah
sejak juli 1978 dan diperkuat lagi dengan SK Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).
Asam
borat merupakan asam lemah dengan garam alkalinya bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83
berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan
tak berbau serta agak manis. Baik
boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci
mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet
kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Meskipun
bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan.
Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso,
mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan
untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih
kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
3.
Bakso
Bakso atau baso adalah
jenis bola daging yang
paling lazim dalam masakan Indonesia. Bakso
umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling
dan tepung tapioka, akan tetapi ada
juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Dalam penyajiannya,
bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri.
Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia; dari gerobak pedagang kaki lima hingga restoran besar. Berbagai jenis bakso sekarang
banyak ditawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual di pasar swalayan dan
mal-mal. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai (Wikipedia).
Bakso
adalah makanan yang terbuat dari daging giling yang dicampur dengan tepung
tapioka yang sudah dibulatkan berbentuk bola kecil yang dalam penyajiannya
biasanya dilengkapi dengan kuah kaldu berwarna bening, serta dicampur dengan mi
bihun, taoge, tahu, dan terkadang dengan telur, serta ditaburi dengan bumbu
bawang goreng dan seledri. Bakso yang secara umum dapat
ditemukan diseluruh wilayah Indonesia biasanya terbuat dari daging sapi, tetapi
tidak tertutup kemungkinan juga bila kadang-kadang bakso terbuat dari daging
ayam, ikan, atau udang (www.beritaterhangat.net).
Bakso
adalah jenis makanan yang sangat populer, ditemui mulai dari restoran hingga
pedagang keliling. Pernah popularitas bakso merosot lantaran isu penggunaan
boraks dan formalin untuk mengawetkan bakso. Bakso dapat dibuat dari berbagai
jenis daging, seperti daging sapi, kerbau atau kelinci. Yang penting tahu
rahasia formulasinya agar bakso enak, kenyal, empuk, bergizi, dan aman
dikonsumsi (fazriyati.wordpress.com).
4.
Somai
Siomai atau siomay adalah salah satu jenis dim sum. Dalam bahasa Mandarin, makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton disebut siu
maai. Dalam dialek Beijing, makanan ini juga ditulis sebagai 燒麥,
dan juga dibaca shaomai. Kulit siomai adalah serupa
dengan kulit pangsit. Makanan ini konon
berasal dari Mongolia Dalam (wikipedia).
Siomay
merupakan makanan yang dipadukan dengan sambal kacang, dimana siomay tersebut
terbuat dari berbagai macam jenis bahan makanan seperti, tahu, pare, telor,
kol, lumpia, pamgsit, dan siomaynya sendiri yang terbuat dari bahan terigu yang
di beri daging ikan laut yang di cincang halus. Adapun makanan ini
merupakan jenis makanan merakyat karena dapat ditemukan dimana pun kita berada,
asal kata siomay masih belum diketahui, siomay terdapat di Bandung yang
kemudian biasa orang-orang menyebutnya dengan siomay, siomay Jakarta, dan
lainnya. Kita tahu tentang usaha yang ada
di sekitar kampus, seperti usaha siomay ini salah satunya, usaha yang bermedia
satu unit gerobak ini memiliki karakter yang unik untuk diteliti (eramutzz.blogspot.com/).
BAB III
METEDOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium
Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Halouleo Kendari pada hari Jumat 19 April 2013 pukul 10.00 sampai selesai.
B.
Alat
dan Bahan
Alat dan kegunaannya yang di gunakan dalam praktikum Uji
Formalin dan Borak, adalah :
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1
|
Cawan Petri
|
Untuk meletakkan objek pengamatan
|
2
|
Silet atau Pisau
|
Untuk mengiris sampel pengamatan
|
3
|
Pipet tetes
|
|
4
|
Korek Api
|
Memanaskan sampel
|
Bahan dan kegunaannya yang di gunakan dalam
praktikum Uji Formalin dan Borak, adalah
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Bakso kemaraya
|
Sebagai sampel pengamatan
|
2
|
Siomay Kampus
|
Sebagai sampel pengamatan
|
3
|
KMNO4
|
Pereaksi Formalin
|
4
|
Etanol
|
Pereaksi Boraks
|
C.
Prosedur
Praktikum
1. Sampel
makanan yaitu bakso dan somai di iris kecil dan simpan di cawan petri yang
berbeda.
2. Berikan
label pada sampel
3. Memberikan
beberapa tetes Etanol pada sampel bakso yang pertama.
4. Mengamati
perubahan yang terjadi pada sampel.
5. Mencatat
hasil pengamatan.
6. Memberikan
beberapa tetes KMNO4 pada sampel bakso yang ke dua.
7. Mengamati
perubahan yang terjadi.
8. Mencatat
hasil pengamatan.
9. Memberikan
beberapa tetes Etanol pada sampel siomay yang pertama.
10. Mengamati
perubahan yang terjadi pada sampel.
11. Mencatat
hasil pengamatan.
12. Memberikan
beberapa tetes KMNO4 pada sampel siomay yang ke dua.
13. Mengamati
perubahan yang terjadi pada sampel.
14. Mencatat
hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Uji
Boraks dan Formalin Pada Bakso
1.
Hasil
No.
|
Sampel
|
Perlakuan
|
Reaksi
|
Hasil
|
1.
|
Bakso Kemaraya
|
Ditambahkan Etanol
|
Di bakar
dan menimbulkan nyala api
|
+
|
2.
|
Bakso Kemaraya
|
Ditambahkan KMNO4
|
Terjadi
perubahan warna dari ungu menjadi bening
|
+
|
2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan, sampel bakso menunjukkan hasil yang positive mengandung
boraks dan formalin. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi saat sampel
ditetesi Etanol dan KMNO4. Terjadinya perubahan warna yang terjadi
pada sampel yang membuktikan bahwa sampel tersebut mengandung bahan pengawet
walaupun dengan kadar yang rendah.
Penggunaan boraks dalam dosis yang
rendah tidak akan menyebabkan kerusakan namun akan terakumulasi di otak, hati,
lemak dan ginjal. Jika terakumulasi terus akan menyebabkan mal fungsi dari
organ-organ tersebut sehingga membahayakan tubuh. Penggunaan boraks dalam dosis
yang banyak mengakibatkan penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan, demam,
anuria. Dan dalam jangka panjang akan menyebabkan radang kulit merangsang SPP,
apatis, depresi, slanosis, pingsan, kebodohan dan karsinogen. Bahkan bisa
menimbulkan kematian. Oleh sebab itu berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 722/Menkes/Per/IX/88 dilarang menggunakan boraks sebagai bahan campuran dan
pengawet makanan.
Boraks merupakan bahan beracun
dan bahan berbahaya bagi manusia, karena bisa menimbulkan efek racun, tetapi
mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Yang membahayakan, boraks bisa diserap oleh tubuh dan disimpan secara
kumulatif dalam hati, otak, usus atau testis sehingga dosisnya dalam tubuh
menjadi tinggi. Bila dikonsumsi menahun bisa menyebabkan kanker. Boraks juga
sering disalahgunakan dalam pangan. Biasanya ditambahkan pada kerupuk, bakso,
lontong dan lain-lain. Masyarakat awam mengenal boraks dengan nama Bleng atau
Cetitet
Boraks (Na2B4O7) dengan nama
kimia natrium tetra bonat, natrium biborat, natrium piroborat merupakan senyawa
kimia yang berbentuk kristal dan berwarna putih dan jika dilarutkan dalam air
menjadi natrium hidroksida serta asam boraks. Natrium hidroksida dan asam
boraks masing-masing bersifat antiseptik, sehingga banyak digunakan oleh
industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya : salep, bedak, larutan kompres,
dan obat pencuci mata. Penggunaan boraks di industri farmasi ini sudah sangat
dikenal. Hal ini dikarenakan banyaknya boraks yang dijual di pasaran dan
harganya yang sangat murah. Selain itu boraks bagi industri farmasi memberikan
untung yang besar. Boraks pada dasarnya merupakan bahan untuk pembuat solder,
bahan pembersih, pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan pembuatan kaca.
Dengan sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki, boraks digunakan sebagai
bahan campuran untuk pembuatan benda-benda tersebut. Boraks sedikit larut dalam
air, namun bisa bermanfaat jika sudah dilarutkan dalam air.
Beberapa survei menunjukkan, alasan para produsen menggunakan
bahan pengawet seperti formalin dan boraks karena daya awet dan mutu bakso yang
dihasilkan menjadi lebih bagus, serta murah harganya tanpa peduli bahaya yang
dapat ditimbulkan. Tuntutan itu melahirkan konsekuensi yang bisa saja
membahayakan, karena bahan kimia semakin lazim digunakan untuk mengawetkan
makanan termasuk juga formalin yang dikenal menjadi bahan pengawet mayat. Hal
tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli makanan
yang harganya lebih murah, tanpa memperhatikan kualitas makanan. Dengan demikian,
penggunaan boraks dan formalin pada makanan seperti mie, bakso, kerupuk dan
makanan lainnya dianggap suatu hal yang biasa. Sulitnya membedakan makanan
seperti bakso biasa dan bakso yang dibuat dengan penambahan formalin dan boraks
juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen itu sendiri.
Bakso menjadi salah satu jajanan yang menjadi favorit bagi
banyak orang Indonesia. Sehingga tidak susah untuk mencari jajanan ini. Mulai
dari warung di sekolahan hingga perkantoran, bakso menjadi salah satu menu
favorit. Namun sayangnya, masih banyak produsen bakso yang tidak memperhatikan
sisi kesehatan konsumen. Sebagai konsumen kita perlu waspada dengan
memperhatikan ciri-ciri bakso yang memakai zat berbahaya berikut ini:
1.
Bakso mengandung Boraks memiliki struktur yang kenyal
dan lebih keras
2.
Bakso mengandung boraks pasti memiliki daya tahan lebih
lama
3.
Mampu bertahan sampai lima hari.
4.
Teksturnya sangat kental, warna tidak kecokelatan
seperti penggunaan daging namun lebih cenderung keputihan.
5.
Bau terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul.
6.
Bau terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul.
7.
Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola.
Pedagang makanan banyak yang memanfaatkan boraks pada
makanan yang dijualnya agar makanan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila
pada hari pertama penjualan tidak habis terjual, maka dapat dijual lagi di hari
berikutnya. Mereka ingin memperoleh keuntungan dari makanan yang dijual tanpa
mendapatkan kerugian yang besar. Selain faktor pedagangnya, konsumen yang membeli
makanan pun lebih cenderung memilih makanan yang murah dan banyak tanpa
memperhatikan kandungan gizi yang terdapat pada makanan tersebut. Sehingga
walaupun makanan tersebut mengandung boraks, jika harganya lebih murah dan
rasanya lebih enak tentu saja masyarakat lebih memilihnya dibandingkan dengan
makanan-makanan yang sehat dan bebas dari boraks namun harganya mahal dan tidak
awet.
Selain itu tingkat pengetahuan masyarakat mengenai
bahan pengawet dan zat aditif pada makanan sangat rendah sehingga mereka tidak
memperhatikan makanan yang dikonsumsinya dan bahaya apa yang bisa
ditimbulkannya. Terkadang nilai gizi yang terkandung pada makanan yang
dikonsumsi merekapun tidak dipedulikan. Mereka kurang menyadari pentingnya
menjaga kesehatan yang salah satu caranya adalah dengan memperhatikan dan
menghindari konsumsi terhadap makanan-makanan yang mengandung zat pengawet
berbahaya dan mengandung zat-zat aditif yang beracun dan berlebih.
B.
Uji
Boraks dan Formalin Pada Somai
1.
Hasil
No.
|
Sampel
|
Perlakuan
|
Reaksi
|
Hasil
|
1.
|
Siomay Kampus
|
Ditambahkan Etanol
|
Di bakar
dan menimbulkan nyala api
|
+
|
2.
|
Siomay Kampus
|
Ditambahkan KMNO4
|
Terjadi
perubahan warna dari ungu menjadi bening
|
+
|
2.
Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, sampel siomay menunjukkan
hasil yang positive memgandung boraks dan formalin. Dikarenakan setelah
ditetesi Etanol maupun KMNO4 terjadi reaksi yang menandakan sampel
tersebut mengandung zat pengawet yang apabila dikonsumsi seraca terus - menerus
akan mengakibatkan kerusakan hati dan organ – organ lainnya bahkan bisa
mengakibatkan kematian.
Pembuktian kandungan boraks pada siomay dilakukan dengan uji nyala. Uji
nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan
terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan
dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks
asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk boraks murni dibakar
menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan menghsilkan
warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks.
Hasil survei dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan, sejumlah produk
pangan menggunakan formalin sebagai pengawet. Formalin tidak boleh digunakan
sebagai bahan pengawet untuk pangan. Akibatnya jika digunakan pada pangan dan
dikonsumsi oleh manusia akan menyebabkan beberapa gejala diantaranya adalah
tenggorokan terasa panas dan kanker yang pada akhirnya akan mempengaruhi organ
tubuh lainnya, serta gejala lainnya
Departemen Kesehatan RI tahun 2006 telah
memaparkan tertang bahaya utama
formalin yang sangat berbahaya bila terhirup, mengenai kulit, dan tertelan.
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada
saluran pernafasan, reaksi alergi, dan bahaya kanker pada manusia.
Penggunaan formalin untuk bahan
pangan dilarang karena tidak sesuai dengan Undang – Undang Pangan Nomor 7 Tahun
1996 dan PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan Gizi pangan. Sedangkan
tatacara perniagaannya diatur dengan keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 254/MMP/Kep/7/2000.
Formalin dalam bahan pangan tidak
dapat dihilangkan dengan mencuci dan merendam produk makanan tersebut dengan
air panas bersuhu 800 C selama lima hingga sepuluh menit. Meski
terjadi penurunan kadar, namun masih terdapat kandungan formalin.
Kandungan boraks atau formalin pada makanan memang sulit
untuk dideteksi. Secara akurat, ia hanya bisa terdeteksi di laboratorium
melalui uji boraks dan uji formalin dengan menggunakan bahan kimia lainnya.
Namun makanan yang proses pembuatannya dengan zat-zat kimia berbahaya, kini
sudah beredar luas di pasaran dan sangat mudah didapat.
Mengonsumsi bahan pangan berformalin
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandung formali dalam tubuh
tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel
sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan
keracunan pada tubuh.
Pada prinsipnya, senyawa formalin
yang biasanya digunakan sebagai bahan pengawet mayat dapat bereaksi dengan asam
amino yang menyebabkan protein terdenaturasi sehingga formalin akan bereaksi
cepat dengan lapisan lendir saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Dari
segi fisiknya, uap formalin yang terkontak secara langsung akan mengakibatkan
iritasi mata, hidung, esophagus dan saluran pernafasan. Dalam konsentrasi yang
tinggi akan mengakibatkan krjang – kejang di sekitar pangkal tenggorokkan. Yang
menjadi masalah adalah kandungan pengawet formalin akan bereaksi dengan cepat dalam
saluran dan organ pencernaan apabila kondisi perut dalam keadaan kosong. Selain
itu, pemakaian formalin dalam makanan dapat menyebabkan keracunan pada organ
fungsional tubuh manusia. Hal tersebut ditandai dengan gejala sukar menela,
nafsu makan berkurang, mual sebagai reaksi penolakan dari lambung, sakit perut
yang akut sebagai reaksi penolakan dari hati, lambung dan usus besar, diare dan
pada akhirnya disertai dengan muntah – muntah. Pada tingkat yang parah akan
mengakibatkan depresi pada susunan syaraf atau gangguan peredaran darah.
Berdasarkan sifatnya yang
karsinogenik, jika konsentrasi formalin tinggi dalam tubuh, maka akan bereaksi
secara kimia dengan hampir seluruh sel penyusun tubuh sehingga menyebabkan
kerusakna sel dan bahkan mutasi sel yang memicu berkembangnya kanker, setelah
terakumulasi dalam waktu yang relative lama dalam tubuh. Selain itu, kandungan
formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi,
bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan
perubahan fungsi sel/jaringan).
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suatu bahan makanan dikatakan mengandung formalin, jika dalam melakukan
percobaan , bahan makanan tersebut akan berubah warna dari merah keunguan
menjadi bening, jika ditetesi pereaksi 1 dan/atau pereaksi 2 formalin. Dan
sebaliknya, jika suatu bahan makanan tidak mengandung formalin, jika tidak
terjadi perubahan warna apabila ditetesi dengan pereaksin 1 dan/atau pereaksi
2. Begitu pula dengan boraks, suatu bahan makanan dikatakan mengandung boraks
apabila terjadi perubahan warna saat diuji dengan ditetesi pereaksi boraks, dan
tidak mengandung boraks apabila tidak terjadi perubahan warna.
B.
Saran
Dalam melakukan praktikum yang berkaitan
dengan alat maupun bahan-bahan kimia, diharapkan agar kita tidak menyentuh ataupun
menghirup secara langsung bahan-bahan tersebut, karena keteledoran ini akan
berakibat fatal bagi kesehatan kita. Dalam menuang maupun meneteskan pereaksi
formalin, disarankan agar hidung kita berada jauh dari tabung reaksi, sehingga
bahan tersebut tidak terhirup secara langsung dan membahayakan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Arisworo. Djoko. 2006. Ipa terpadu. Grafindo media pratama.
Didinkaem, 2007. Bahan beracun lain dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari
Moffat, A. C. (1986). Clarke’s
Isolation and Identification of Drugs. Edisi 2.
London. The Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849,
932-933.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003
Saparinto., Cahyo. 2006. Bahan tambahan pangan. Kanisius.
Yogyakarta
Yuliarti, N. 2007. Awas!
Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta.
http://www.pom.go.id/index.php/subsite/balai/palangkaraya/18/tips/17
Diakses pada hari Minggu 21 April 2013 pukul 20.00 WITA.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bakso
Diakses pada hari Minggu 21 April 2013 pukul 20.00 WITA.
http://id.wikipedia.org/wiki/Siomai
Diakses pada hari Minggu 21 April 2013 pukul 20.00 WITA.
http://www.beritaterhangat.net/2012/12/resep-dan-cara-membuat-bakso-sapi.html
Diakses pada hari Selasa 23 April 2013 pukul 10.00 WITA.
http://fazriyati.wordpress.com/2011/10/26/pengertian-cara-membuat-bakso-asuh-aman-sehat-utuh-dan-halal/
Diakses pada hari Selasa 23 April 2013 pukul 10.00 WITA.
http://eramutzz.blogspot.com/
Diakses pada hari Rabu 24 April 2013 pukul 20.00 WITA.
http://www.kesmas-unsoed.info/2010/12/laporan-praktikum-borak.html
Diakses pada hari Rabu 24 April 2013 pukul 20.00 WITA.
1 komentar:
Trims infonya..
Kunjungi juga my blog : http://girpapas.blogspot.com/
Posting Komentar