Rabu, 19 Desember 2012

Kondisi Indonesia Berdasarkan Butir – Butir Pancasila

Diposting oleh Unknown di 04.16

Tugas Pendidikan Pancasila
Kondisi Indonesia Berdasarkan 
Butir – Butir Pancasila



Oleh :
Sitti Isyqzamiyah Assambo              
L1 A1 12 029
Kelas : A


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
2012
­­­



Kondisi Indonesia Berdasarkan Butir – Butir Pancasila

Sungguh sangat memprihatinkan kondisi kehidupan bangsa Indonesia yang mengalami kemerosotan moral karena tidak konsekuen dalam komitmennya untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan pandangan hidup Bangsa.  Sudah waktunya kita merevitalisasi Pancasila dalam bentuk mendudukkan Pancasila menjadi hal yang sangat penting, bukan hanya sebatas kalimat-kalimat emas yang sering diungkapkan dalam bahasa retorika saja. Sudah waktunya seluruh bangsa Indonesia baik itu elit politik maupun rakyat mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila. Setiap sikap dan tindakan seyogyanya mengacu dan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila.
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno menyampaikan pidato di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan (BPUPKI).  Dalam pidatonya Ir. Soekarno menyampaikan konsep dan rumusan awal Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Tanggal 1 Juni  itulah yang dianggap sebagai hari lahirnya Pancasila yang beberapa tahun ini diperingati oleh bangsa Indonesia. Dalam momentum peringatan lahirnya Pancasila sudah selayaknya bangsa Indonesia mengambil hikmah dan berupaya merenungi tentang eksistensi Pancasila baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai Way of Life (Pandangan Hidup) Bangsa Indonesia.
Benarkah dan masihkah dewasa ini bangsa Indonesia  memposisikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan sebagai Pandangan Hidup (Way of Life) manusia yang mengaku sebagai rakyat Indonesia?  Pertanyaan tentang eksistensi Pancasila seperti ini mungkin dipandang terlalu ekstrim dan menggelitik. Namun  kalau  menyimak kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan bernegara maupun berbangsa belakangan, pertanyaan semacam ini patut dimaklumi.
          Betapa tidak? Bangsa Indonesia setiap hari di media massa disuguhi tontonan bagaimana Pancasila itu sudah tidak dianggap penting lagi dan prilaku Bangsa ini jauh dari nilai-nilai Pancasila, meskipun Pancasila tetap dianggap sebagai Dasar dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Para elit politik saling bersilat lidah dengan berbagai argumentasinya untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, tanpa etika yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Mereka dengan enaknya melakukan  kebohongan publik yang dikemas melalui retorika-retorika  manis dan lembut. Segala cara dihalalkan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan bagi mereka yang sedang berkuasa. Dan tidak ada yang diharamkan untuk merongrong kekuasaan bagi mereka yang beroposisi.  KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) secara vulgar dan tanpa rasa malu dilakukan secara berjamaah baik oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif.  Meskipun mereka senantiasa mengusung dan mencanangkan program pemberantasan KKN tanpa pandang bulu dalam setiap retorikanya. Mereka pun tidak malu lagi mengingkari sumpah dan janji-janji manisnya yang diucapkan di masa kampanye dan ketika akan duduk di kursi kekuasaan.  KKN bukannya semakin berkurang melainkan tambah marak dan mewabah di segala tingkatan. Uang hasil korupsi dianggap sebagai rezeki, meskipun para pelaku KKN bisanya sudah bergaji besar, termasuk mendapatkan remunerasi. KKN cenderung dianggap bukan sebagai tindak pidana dan perbuatan tercela, uang hasil KKN dianggap rezeki.
          Kehidupan di tingkat akar rumput tidak jauh berbeda dengan apa yang dipertontonkan para elit yang menjadi teladan rakyat. Ibarat pepatah ”Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Para elit berpaling dari Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup dalam setiap pengambilan kebijakan, tidak dapat dipersalahkan bila rakyatnya meninggalkan Pancasila. Kenyataan yang berkembang  di masyarakat adalah memudarnya nilai-nilai Pancasila. Sikap dan tindakan yang jauh dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial bukan dianggap tabu, tetapi menjadi hal yang biasa. Tidak mengherankan apabila aksi kekerasan bernuansa agama semakin marak.  Kekerasan dan kebrutalan yang tidak mengenal pri kemanusiaan menjadi tontonan sehari-hari. Konflik horizontal yang bermuara SARA (Suku, Ras, Agama, Sosial), bahkan perkelahian massal antar desa dan antar sekolah makin marak terjadi. Musyawarah sudah jauh ditinggalkan, aksi penekanan lebih menonjol. Masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur semakin jauh dari kenyataan .
Sikap dan tindakan dari para elit dan masyarakat jauh dari nilai Pancasila,  jauh dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,  Kerakyatan, dan Keadilan Sosial bukan dianggap tabu, tetapi menjadi hal yang biasa.
Bahkan muncul suatu adagium dan plesetan di kalangkan pinggiran. “Pancasila” diplesetkan menjadi “Pancagila” dengan menyimak dan memperhatikan dinamika kehidupan berbangsa, bernegara, dan peristiwa serta berbagai kejadian di masyarakat.
 Ketuhanan Yang Maha Esa diplesetkan “Keuangan Yang Maha Kuasa”, dengan alasan di Negara ini uang yang berkuasa, segala urusan pasti membutuhkan uang. Bahkan muncul pameo apapun masalahnya  pasti UUD (Ujung Ujungnya Duit). Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diplesetkan “Kemanusiaan yang jahil dan biadab” dengan alasan maraknya kejahilan dan perbuatan biadab. Persatuan Indonesia, diplesetkan “Perseteruan Indonesia” dengan munculnya berbagai konflik vertikal maupun horizontal di Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diplesetkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam persekongkolan perwakilan”, karena kebijakan yang diputuskan dalam bentuk Undang Undang selama ini dinilai berdasarkan persekongkolan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia diplesetkan “Keadilan sosial bagi sebagian rakyat Indonesia”, karena kemajuan Indonesia selama ini hanya dinikmati oleh sebagian masrakat Indonesia, khususnya para penguasa.

Butir - butir Pancasila
Sungguh sangat memprihatinkan kondisi kehidupan bangsa Indonesia yang mengalami kemerosotan moral karena tidak konsekuen dalam komitmennya untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa. Sudah waktunya kita merevitalisasi Pancasila dalam bentuk mendudukkan Pancasila menjadi hal yang sangat penting, bukan hanya sebatas kalimat-kalimat emas yang sering diungkapkan dalam bahasa retorika saja. Sudah waktunya seluruh bangsa Indonesia baik itu elit politik maupun rakyat mengaktualisasikan nilai - nilai Pancasila. Setiap sikap dan tindakan seyogyanya mengacu dan berpedoman pada nilai - nilai Pancasila.
Pertanyaanya, bagaimana secara efektif kita dapat merevitalisasi dan mengaktualisasikan nilai - nilai Pancasila, bukan hanya menghayati tetapi mengamalkan nilai Pancasila.
Himbauan dan ajakan untuk merevitalisasi dan mengaktualisasikan nilai Pancasila sebetulnya sudah disampaikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat peringatan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2011 lalu.  SBY secara langsung sudah menginstruksikan kepada Mendiknas dan Menteri terkait lainnya untuk segera merumuskan dan menjalankan edukasi nilai- nilai Pancasila dengan metode paling efektif. Bahkan Presiden RI sudah memberi arahan mengenai medianya apakah melalui pengajaran formal, kegiatan ekstrakulikuler, Pramuka, atau melalui wahana seni budaya yang dapat diikuti masyarakat luas. Tapi faktanya instruksi SBY itu sama sekali tidak berbekas dan tidak ada tindak lanjutnya. Apakah instruksi itu hanya sebatas retorika dan wacana saja, ataukah para Pembantu Presiden itu memang ndablek menganggap remeh perintah Presidennya. Boro-boro para Menteri itu mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila seperti yang diinstruksikan atasannya, merumuskan nilai- - nilai Pancasilanya sendiri sama sekali belum dilaksanakan.
Sebetulnya pemerintah tidak perlu susah - susah merumuskan nilai - nilai Pancasila, karena memang sudah ada referensinya dalam hal ini P-4 dan  Butir-butir nilai Pancasila yang pernah digelorakan oleh BP-7 di era Soeharto lalu. Mungkin para Pembantu Presiden itu alergi dengan menyebut Pancasila, apalagi menyebut butir-butir nilai Pancasila dan tidak mau dianggap tidak reformis, sehingga enggan mengadopsi nilai-nilai yang dirumuskan oleh BP-7. Lebih baik ndablek dan tidak menindaklanjuti instruksi Presiden untuk merumuskan nilai-nilai Pancasila dan mensosialisasikannya kepada masyarakat, khususnya generasi penerus.
Mengingat instruksinya tidak dijalankan oleh para pembantunya, sudah selayaknya  apabila SBY marah dan mengambil alih apa yang dia instruksikan.  Butir - butir nilai Pancasila yang sudah dengan susah payah dirumuskan oleh BP-7 tinggal dikaji, dianalisa, dikemas ,dan dirumuskan dalam bahasa kekinian yang lebih relevan dengan semangat reformasi. Mengenai metode sosialisasinya, SBY tinggal memutuskan, tentu saja dengan melalui mekanisme yang sudah ditentukan.




DAFTAR PUSTAKA
http://www.tni.mil.id/view-37260-revitalisasi-dan-reaktualisasi-pancasila.html



0 komentar:

Posting Komentar

 

My World Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei